Setiap aktivis Muslim yang mempelajari arsitektur hampir selalu mendapat pertanyaan “apakah Arsitektur Islam” itu, dan sampai saat ini tidak bisa ditemukan jawaban yang memuaskan.
Dalam Istilah “Arsitektur Islam”sebenarnya mempunyai konotasi, yaitu bangunan-bangunanmonumental yang dibangun pada masa kesultanan Islam pada Abad Pertengahan lampau. Ketika istilah Arsitektur Islam disebut, maka yang langsung terbayang adalah bangunan- bangunan ikonik seperti masjid Biru di Istanbul, menara spiral di Samarra, atau Taj Mahal di India.
Ilmuwan bernama Khalid Azabi mengatakan, arsitektur bertengger pada posisi yang terhormat dalam lingkup kajian intelektual pada masa pemerintahan Islam. Hal ini terbukti dengan maraknya ilmuwan Muslim yang menggeluti arsitektur. Beberapa ilmuwan pun menyampaikan pemikirian serta merumuskan apa itu arsitektur dan arsitek. Salah satunya adalah Al- Qalqasyandi. Ia berpendapat bahwa arsitek adalah seseorang yang berwe- nang untuk mendesain tampilan dan proporsi dari sebuah bangunan. Sang arsitek juga bertindak sebagai pengawas selama proses pembangunan. Sejarawan dan pakar ekonomi, Ibnu Khaldun, turut menyumbangkan pemikirannya.
Seorang arsitek, ungkap Khaldun, terlibat penuh dalam merancang sebuah bangunan, termasuk mendeko- rasi dan memperindahnya. Dalam tulisannya, The Architect in Islamic Civilization, Khalid Azabi menegas kan, peran arsitek sangat signifikan dalam membuat kian beragamnya khazanah arsitektur Islam. Buah pemikiran asritek Muslim mewujud dalam banyak bangunan dan tersebar luas di Irak, Turki, Kazakhstan, Suriah, Mesir, Persia, hingga Andalusia. Sebagian bangunan itu masih ada. Misalnya, Masjid Kordoba, Masjid Damaskus, Suriah, Istana Taj Mahal, dan Madrasah Murad di Turki. (Assidiq, 2010).
Menurut Rasdi (2003), arsitektur Islam adalah arsitektur yang berlandaskan pada Al Qur’an dan Sunnah sebagai peninggalan utama dari Rasulullah. Hal ini menjadi lumrah dan menjadi pegangan para peneliti arsitektur islam di berbagai negara. Kemudian Amhar (2009), mendefinisikan arsitektur Islam sebagai suatu rancang bangun yang didasari oleh aqidah Islam dan memenuhi norma-norma dalam syari’at Islam. Perwujudan budaya Islami yang dicita-citakan dapat dituangkan dalam bentuk fisik dan non fisik, yaitu dengan perwujudan lingkungan binaan/bangunan yang Islami dan perilaku penghuni yang Islami. Perwujudan fisik arsitektur yang Islami dapat diperoleh dengan perpaduan yang harmonis antara unsur filosofis dan unsure simbolis yang sesuai dengan kaidah Islam (Noe’man, 2003). Pesma disetarakan dengan rumah tinggal, dan hal tentang rumah tinggal telah disinggung dalam Al Qur’an dan Hadits. Diantaranya ditemukan tentang hakekat rumah tinggal adalah untuk mendapatkan perlindunganNya dibumi (surat An-Nahl ayat 80); rumah tempat tinggal mempunyai karakter privasi yang tinggi (surat An-Nur ayat 27).(Shochfah & Nurjayanti, 2013)
fungsi dan karakter Arsitektur Islam dan dapat diidentifikasi melalui adanya:
- a. Pengamalan Islam sebagai ‘Way of Life’, terekspresikan pada perilaku penghuni yang berfilosofi KeIslaman, meliputi Tauhid, Ibadah, Muamalah, Syariah dan Akhlaq (adab, tatacara), yang akan berpengaruh pada bentukan wadah arsitektur dan peruangannya (Nurjayanti, 2012)
- b. Pentingnya orientasi pada Ka,bah dan Kiblat yang berdampak pada fungsi ruang ibadah, sebagai ruang sholat dan penataan lay out interior ruang tidur dan ruang lainnya. Ada beberapa sunah Rasullulah yang dapat di aplikasikan pada kamar tidur, berhubungan dengan posisi tidur yang disunahkan Rasulullah yaitu tidur membujur kepala di utara dan kaki di Selatan, serta badan miring menghadap pada Kiblat (lokasi Indonesia).
- c. Pentingnya Hijab sebagai salah satu aturan Islam bagi perempuan, yang akan berdampak pada penataan zoning rumah tinggal dan hubungan antar ruang. Hijab dalam sebuah ruang dapat diartikan pembatas atau penghalang pandangan, jadi konsep hijab dapat diaplikasikan pada ruang tamu. Begitupun sekat-sekat ruangannya, sebisa mungkin ditata sedemikian rupa sehingga tidak membuat siapapun yang bertandang, bisa leluasa melihat kehidupan privasi para penghuni rumah (aurat rumah).
- d. Pentingnya interior yang mendukung penerapan konsep arsitektur Islam dalam bangunan. Misalnya, bangunan akan bernilai ibadah bila ornamen-ornamen yang menghiasi sudut-sudut ruangnya tidak melambangkan kemaksiatan atau kesom- bongan pemiliknya. atau melambangkan simbol-simbol yang dilarang Islam, baik berupa lukisan, patung, foto atau hiasan lainnya. Pesan mengingat akhirat itu bisa juga kita sampaikan lewat kaset tilawah Al Qur’an atau senandung nasyid-nasyid Islami. Begitupun sekat-sekat ruangannya, sebisa mungkin ditata sedemikian rupa sehingga tidak membuat siapapun yang bertandang, bisa leluasa melihat kehidupan privasi para penghuni rumah (aurat rumah).
- e. Seni hias Islami: adalah seni hias yang tidak ada unsur syiriknya, seperti hiasan floris, geometris dan kaligrafis (Sumalyo, 2000). Seni hias Islami yang ada dalam bangunan, baik interior maupun eksterior bertujuan untuk mengingatkan dan mendekatkan diri pada Allah (Nurjayanti, 2011)
- f. Nilai-nilai Ke-Islaman yang berfungsi untuk melindungi jiwa, harta, keturunan dan agama, terwujud secara abstrak dan konkrit. Secara abstrak tercermin pada akhlaq/perilaku penghuni. Secara konkrit dapat ditemukan pada fisik bangunan terungkap pada eksterior, yang terwujud pada perlindungan keamanan dan privacy anggota keluarga dengan jalan berhijab, dan interior yang terwujud pada sistem zoning, hierarki ruang, kiblat sebagai orientasi kegiatan yang berdampak pada lay out furniture, perwujudan hijab fisik dan hijab perilaku, hiasan interior/benda pengingat Allah dan kebersihan ruang. (Nurjayanti,2004)
pengetahuan tentang “Arsitektur Islam” ditempatkan oleh mainstream pengetahuan arsitektur saat ini dalam ranah sejarah arsitektur. Pengetahuan arsitektur saat ini terutama yang berkembang dalam pendidikan formal- didominasi oleh pengetahuan arsitektur yang berkembang pada masyarakat Barat, terutama pada masa modernisme. Profesi arsitek pada masa sekarang memang salah satu anak kandung dari modernisme, dengan kekuatan industri sebagai penyokong terbesarnya. Dominasi paradigma modernisme ini membagi perkembangan arsitektur dunia menjadi dua masa: masa modern, yang dimulai sejak revolusi industri, dan masa pra-modern. Arsitektur masa pramodern dikaji sebagai artifak sejarah, dan Arsitektur Islam menjadi bagian dari pengetahuan tersebut, bersanding dengan Arsitektur Mesir Kuno, Arsitektur Cina, Arsitektur India, Arsitektur Klasik (Yunani dan Romawi), atau Arsitektur Medieval dan Rennesans.
kelompok normatif-utopis, yang mencoba menafsirkan langsung teks-teks al Quran dan al Hadits dan menurunkan ke dalam kriteria arsitektur. Kata kunci yang digunakan kelompok ini adalah “Arsitektur Islami”. Beberapa tokoh cendekiawan dalam kelompok ini berasal dari Malaysia, seperti Gulzar Haider (Haider, 1991), Wan Salleh Wan Ibrahim (Ibrahim, 1998), dan Muhammad Tadjuddin Rasdi (Rasdi, 1998), dan beberapa dari Indonesia seperti M.S. Djarot S. Sensa (1987), atau Zein Moedjijono (1991).(Ekomadyo, 2016).
kelompok pragmatis, yang melihat keislaman suatu kerja arsitektur lebih tergantung dari pribadi sang arsitek. Kata kuncinya adalah “Arsitek Muslim”. Prinsip kelompok ini adalah bahwa urusan duniawi, termasuk berarsitektur, adalah menyangkut kreativitas, sehingga jika arsiteknya berakhlak baik maka karya-karya arsitekturnya pun akan mempunyai nilai Islami. Di Indonesia, tokoh utama kelompok ini adalah Achmad Noeman, arsitek masjid Salman (Noeman, 1996, Utami, 2002). (Ekomadyo, 2016)
kelompok sosialis, yang lebih memfokuskan diri pada arsitektur yang dianggap excellence pada masyarakat Islam. Kata kuncinya adalah “Arsitektur Masyarakat Islam (Architecture of Islamic Societies)”. Representasi paling mencolok dari kelompok ini adalah penghargaan Aga Khan untuk Arsitektur (Aga Khan Award for Achitecture/ AKAA). Beberapa produk arsitektur di Indonesia mendapatkan penghargaan ini, yaitu Pondok Pesantran di Pabelan, Program Perbaikan Kampung di Jakarta, Kampung Kebalen Surabaya, Kampung Kali Code di Yogyakarta, Kompleks Perdagangan Citra Niaga di Samarinda, Masjid Said Naum Jakarta, dan Bandara Soekarno-Hatta di Jakarta (Serageldin, 1989).(Ekomadyo, 2016)
Kesimpulan penulis adalah dari al Quran yang menjadi tuntunan, panduan hidup dan sumber keilmuan bagi umat Nabi Muhammad ini, seorang muslim tidak hanya mengambil pengetahuan saja namun ada hal yang tidak kalah penting adalah di dalamnya juga termuat konsep keindahan bangunan, yang dicontohkan dengan menggambarkan keindahan bangunan-bangunan di surga, seperti yang diceritakan di dalam surat al Waqi’ah. Arsitektur termasuk di dalam seni ruang dalam esensi seni menurut Islam, hal ini dikarenakan arsitektur merupakan seni visual yang mendukung kemajuan peradaban Islam.
referensi artikel :
Assidiq, Y. (2010). Menapak Langkah Arsitek Muslim. Republika Khazanah, 2010.
Ekomadyo, D. A. S. (2016). Mempertanyakan “ Arsitektur Islam .” 1(2), 1–11.
Shochfah, I. I., & Nurjayanti, W. (2013). Identifikasi Karakter Bangunan Islami Pada Pesma Putri Kh. Mas Mansur Ums. Sinektika: Jurnal Arsitektur, 13(1), 43–51.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar